Gajah Mada
merupakan salah satu tokoh sentral di Kerajaan Majapahit saat mencapai
masa kejayaannya dengan pusat pemerintahan di Wilwatikta atau sekarang
dikenal Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Dinasti yang didirikan oleh
Raden Wijaya (wafat tahun 1309) berdarah bangsawan Jawa dan Sunda ini
mencapai puncak kejayaan di era Raja Hayam Wuruk.
Masa kejayaan Majapahit tidak lepas dari figur Gajah Mada, termasuk segudang kontroversi cerita yang hingga kini masih berselimut gelap. Karir militernya di Majapahit mulai menanjak setelah dia berhasil menyelamatkan Jayanegara, raja kedua Majapahit dalam peristiwa pemberontakan Ra Kuti tahun 1319.
Memang setelah meninggalnya Raden Wijaya, Majapahit disibukkan oleh pemberontakan di sana sini dari pada ekspansi militer atau ekonomi ke wilayah baru. Umumnya pemberontakan terjadi untuk mengambil alih kekuasaan yang dilakukan oleh orang-orang bekas istana, maupun daerah-daerah yang ingin melepas diri dari Majapahit.
Dalam kitab Pararaton diceritakan, pemberontakan di zaman Jayanegara dilakukan oleh para Dharmaputra yang tak lain loyalis Raden Wijaya. Pemberontakan ini terjadi karena raja kedua Majapahit ini berdarah campuran Jawa dan etnis Melayu, bukan asli keturunan Kertanagara. Seperti diketahui, bahwa Jayanegara merupakan anak hasil perkawinan antara Raden Wijaya dengan Dara Petak.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Ra Kuti, seorang perwira Majapahit dari daerah Pajarakan (sekarang Probolinggo, Jawa Timur). Dalam pemberontakan Ra Kuti, Majapahit berhasil direbut dari tangan Jayanegara.
Karena kondisi kerajaan sudah tidak kondusif, komandan pasukan Bhayangkara Gajah Mada akhirnya melarikan raja muda bernama lain Raden Kalagemet (jahat dan lemah) ini ke wilayah Badander. Di Jawa Timur saat ini, nama Badander mengacu pada dua daerah; pertama Desa Dander yang masuk di administrasi Kabupaten Bojonegoro, dan Desa Bedander masuk wilayah Jombang.
Setelah kondisi dirasa cukup aman, Gajah Mada kemudian kembali ke Majapahit untuk menggalang kekuatan dari rakyat jelata hingga para loyalis Jayanegara di kerajaan. Pada akhirnya Ra Kuti bersama pemberontak lainnya bisa dikalahkan.
Karena jasa besarnya tersebut, Gajah Mada diangkat sebagai patih Majapahit. Dari sini, karir militer Gajah Mada semakin moncer. Di hari-hari berikutnya, dipercaya untuk menumpas para pembelot kerajaan. Tercatat karena jasanya itu, dia pernah diangkat sebagai Patih Doha (Kediri) dan Patih Kahuripan (sekarang Sidoarjo).
Di masa pemerintahan Tribhuwana Wijayatunggadewi, posisi Gajah Mada diangkat lebih tinggi menjadi mahapatih setelah berhasil menumpas pemberontakan di Sadeng dan Keta (masuk Kabupaten Situbondo). Pada periode inilah Gajah Mada melakukan ekspansi besar-besaran kerajaan Majapahit ke segala penjuru. Banyak kerajaan penting berhasil direbut Majapahit, seperti Kerajaan Pejeng (Bali), sisa-sisa kerajaan Sriwijaya dan Malayu.
Puncaknya, Gajah Mada diangkat sebagai Patih Amangkubumi dan kembali menjadi tokoh sentral kemajuan Majapahit di zaman Hayam Wuruk, termasuk salah satu peristiwa penting dan kontroversi hingga kini masih simpang siur yaitu Sumpah Palapa.
Dalam Kakawin Nagarakertagama karya Empu Prapanca, kekuasaan Majapahit yang didapat dari peperangan maupun monopoli dagang terbentang dari Papua, Sumatera, Tumasik (sekarang disebut Singapura), hingga sebagian pulau di Filipina. Semua terbingkai dalam peta Nusantara.
Lantas siapa sebenarnya Gajah Mada ini? Di mana tempat asal Gajah Mada? Mengapa karirnya begitu cepat melesat? Apakah benar dia orang dalam istana yang sempat terasingkan?
Tidak mudah melacak biografi Gajah Mada sebelum dia berkarir di militer Majapahit. Misteri yang sama juga berlaku terkait meninggalnya mahapatih yang semasa hidupnya disebut tidak memiliki keturunan ini. Jika Gajah Mada memang tokoh penting kerajaan, misteri selanjutnya adalah mengapa peninggalan atau napak tilas kehidupannya sangat minim.
Banyak daerah di Indonesia mengklaim sebagai asal usul kelahiran Gajah Mada. Hal ini wajar karena jasa Gajah Mada bagi kerajaan, yang dalam masa kemerdekaan dahulu Majapahit dijadikan rumah kedua pemersatu bangsa Indonesia.
Salah satu cerita rakyat yang terkenal dan banyak mengundang penasaran publik adalah Gajah Mada berasal dari Desa Modo, Lamongan, Jawa Timur. Karena alasan ini pula penulis Ya'cob Billiocta mencari informasi lebih dalam untuk membuktikan kebenaran kabar tersebut.
Di Desa Modo, atau sekarang menjadi kecamatan, cerita Gajah Mada sudah ada turun temurun. Tidak pasti hulu cerita ini dari siapa, warga mengenal cerita masa kecil Gajah Mada dengan sebutan Joko Modo yang berarti jejaka dari Desa Modo. Bahkan saking termashurnya cerita ini, Joko Modo pernah dijadikan nama organisasi Partai Golkar di wilayah Kecamatan Modo untuk menggalang kekuatan. Namun agitasi ini berakhir seiring tumbangnya kekuasaan Orde Baru.
Sejumlah tempat yang berada di desa tersebut juga dipercaya memiliki keterkaitan dengan Joko Modo. Yang pertama adalah Setinggil atau tanah yang tinggi dan kedua sendang Krapyak.
Salah satu warga, Ali Fauzi menceritakan bahwa Joko Modo ini seorang penggembala kerbau. Salah satu tempat yang diyakini jadi lokasi favorit Joko Modo saat menggembala adalah Setinggil, tumpukan batu di atas perbukitan.
"Di sini (Setinggil) dulu ceritanya Gajah Mada memantau kerbau-kerbaunya," kata Ali.
Kuatnya cerita rakyat Joko Modo ini membuat Bupati Lamongan dua periode Masfuk memerintahkan pembentukan tim yang terdiri dari budayawan dan satuan kerja perangkat desa (SKPD) di tahun 2009. Tujuan tim ini adalah menyusun segala bukti otentik bahwa Gajah Mada berasal dari Lamongan.
Namun dalam perkembangannya, hasil bentukan tim ini belum diketahui. Beberapa waktu lalu penulis mengonfirmasi bagian arsip daerah Lamongan untuk menanyakan perkembangan atau hasil investigasi tim ini, hasilnya nihil. Hal yang sama juga didapat ketika dikonfirmasi ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Lamongan.
Masa kejayaan Majapahit tidak lepas dari figur Gajah Mada, termasuk segudang kontroversi cerita yang hingga kini masih berselimut gelap. Karir militernya di Majapahit mulai menanjak setelah dia berhasil menyelamatkan Jayanegara, raja kedua Majapahit dalam peristiwa pemberontakan Ra Kuti tahun 1319.
Memang setelah meninggalnya Raden Wijaya, Majapahit disibukkan oleh pemberontakan di sana sini dari pada ekspansi militer atau ekonomi ke wilayah baru. Umumnya pemberontakan terjadi untuk mengambil alih kekuasaan yang dilakukan oleh orang-orang bekas istana, maupun daerah-daerah yang ingin melepas diri dari Majapahit.
Dalam kitab Pararaton diceritakan, pemberontakan di zaman Jayanegara dilakukan oleh para Dharmaputra yang tak lain loyalis Raden Wijaya. Pemberontakan ini terjadi karena raja kedua Majapahit ini berdarah campuran Jawa dan etnis Melayu, bukan asli keturunan Kertanagara. Seperti diketahui, bahwa Jayanegara merupakan anak hasil perkawinan antara Raden Wijaya dengan Dara Petak.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Ra Kuti, seorang perwira Majapahit dari daerah Pajarakan (sekarang Probolinggo, Jawa Timur). Dalam pemberontakan Ra Kuti, Majapahit berhasil direbut dari tangan Jayanegara.
Karena kondisi kerajaan sudah tidak kondusif, komandan pasukan Bhayangkara Gajah Mada akhirnya melarikan raja muda bernama lain Raden Kalagemet (jahat dan lemah) ini ke wilayah Badander. Di Jawa Timur saat ini, nama Badander mengacu pada dua daerah; pertama Desa Dander yang masuk di administrasi Kabupaten Bojonegoro, dan Desa Bedander masuk wilayah Jombang.
Setelah kondisi dirasa cukup aman, Gajah Mada kemudian kembali ke Majapahit untuk menggalang kekuatan dari rakyat jelata hingga para loyalis Jayanegara di kerajaan. Pada akhirnya Ra Kuti bersama pemberontak lainnya bisa dikalahkan.
Karena jasa besarnya tersebut, Gajah Mada diangkat sebagai patih Majapahit. Dari sini, karir militer Gajah Mada semakin moncer. Di hari-hari berikutnya, dipercaya untuk menumpas para pembelot kerajaan. Tercatat karena jasanya itu, dia pernah diangkat sebagai Patih Doha (Kediri) dan Patih Kahuripan (sekarang Sidoarjo).
Di masa pemerintahan Tribhuwana Wijayatunggadewi, posisi Gajah Mada diangkat lebih tinggi menjadi mahapatih setelah berhasil menumpas pemberontakan di Sadeng dan Keta (masuk Kabupaten Situbondo). Pada periode inilah Gajah Mada melakukan ekspansi besar-besaran kerajaan Majapahit ke segala penjuru. Banyak kerajaan penting berhasil direbut Majapahit, seperti Kerajaan Pejeng (Bali), sisa-sisa kerajaan Sriwijaya dan Malayu.
Puncaknya, Gajah Mada diangkat sebagai Patih Amangkubumi dan kembali menjadi tokoh sentral kemajuan Majapahit di zaman Hayam Wuruk, termasuk salah satu peristiwa penting dan kontroversi hingga kini masih simpang siur yaitu Sumpah Palapa.
Dalam Kakawin Nagarakertagama karya Empu Prapanca, kekuasaan Majapahit yang didapat dari peperangan maupun monopoli dagang terbentang dari Papua, Sumatera, Tumasik (sekarang disebut Singapura), hingga sebagian pulau di Filipina. Semua terbingkai dalam peta Nusantara.
Lantas siapa sebenarnya Gajah Mada ini? Di mana tempat asal Gajah Mada? Mengapa karirnya begitu cepat melesat? Apakah benar dia orang dalam istana yang sempat terasingkan?
Tidak mudah melacak biografi Gajah Mada sebelum dia berkarir di militer Majapahit. Misteri yang sama juga berlaku terkait meninggalnya mahapatih yang semasa hidupnya disebut tidak memiliki keturunan ini. Jika Gajah Mada memang tokoh penting kerajaan, misteri selanjutnya adalah mengapa peninggalan atau napak tilas kehidupannya sangat minim.
Banyak daerah di Indonesia mengklaim sebagai asal usul kelahiran Gajah Mada. Hal ini wajar karena jasa Gajah Mada bagi kerajaan, yang dalam masa kemerdekaan dahulu Majapahit dijadikan rumah kedua pemersatu bangsa Indonesia.
Salah satu cerita rakyat yang terkenal dan banyak mengundang penasaran publik adalah Gajah Mada berasal dari Desa Modo, Lamongan, Jawa Timur. Karena alasan ini pula penulis Ya'cob Billiocta mencari informasi lebih dalam untuk membuktikan kebenaran kabar tersebut.
Di Desa Modo, atau sekarang menjadi kecamatan, cerita Gajah Mada sudah ada turun temurun. Tidak pasti hulu cerita ini dari siapa, warga mengenal cerita masa kecil Gajah Mada dengan sebutan Joko Modo yang berarti jejaka dari Desa Modo. Bahkan saking termashurnya cerita ini, Joko Modo pernah dijadikan nama organisasi Partai Golkar di wilayah Kecamatan Modo untuk menggalang kekuatan. Namun agitasi ini berakhir seiring tumbangnya kekuasaan Orde Baru.
Sejumlah tempat yang berada di desa tersebut juga dipercaya memiliki keterkaitan dengan Joko Modo. Yang pertama adalah Setinggil atau tanah yang tinggi dan kedua sendang Krapyak.
Salah satu warga, Ali Fauzi menceritakan bahwa Joko Modo ini seorang penggembala kerbau. Salah satu tempat yang diyakini jadi lokasi favorit Joko Modo saat menggembala adalah Setinggil, tumpukan batu di atas perbukitan.
"Di sini (Setinggil) dulu ceritanya Gajah Mada memantau kerbau-kerbaunya," kata Ali.
Kuatnya cerita rakyat Joko Modo ini membuat Bupati Lamongan dua periode Masfuk memerintahkan pembentukan tim yang terdiri dari budayawan dan satuan kerja perangkat desa (SKPD) di tahun 2009. Tujuan tim ini adalah menyusun segala bukti otentik bahwa Gajah Mada berasal dari Lamongan.
Namun dalam perkembangannya, hasil bentukan tim ini belum diketahui. Beberapa waktu lalu penulis mengonfirmasi bagian arsip daerah Lamongan untuk menanyakan perkembangan atau hasil investigasi tim ini, hasilnya nihil. Hal yang sama juga didapat ketika dikonfirmasi ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Lamongan.
0 Response to "Menelisik asal usul Gajah Mada, Patih Majapahit dari Lamonga"
Post a Comment